Wednesday 10 October 2012

Banyunibo, Candi Tersembunyi di Tengah Sawah & Ladang Tebu

Hanya sedikit orang yang tahu Candi Banyunibo di DI Yogyakarta. Berada di tengah lahan persawahan dan ladang tebu penduduk, serta akses yang sulit, menjadi kendala wisatawan. Meskipun begitu, candi ini tetap eksotis!

Dari namanya, dalam bahasa Jawa bisa diartikan air (banyu) dan jatuh atau menetes (nibo). Candi ini pun berada di tengah area persawahan dan ladang tebu milik warga Dusun Cepit, Bokoharjo, Prambanan.

Candi Banyunibo bisa dibilang cukup terpencil. Aksesnya mudah dicapai bila menggunakan kendaraan pribadi menuju bagian timur Yogyakarta ke arah Wonosari. Waktu tempuh dari kota Yogyakarta, bila patokannya Malioboro hanya sekitar 30 menit. 

Banyunibo, berada satu kompleks dengan Candi Ratu Boko, Candi Ijo, dan Candi Barong. Ya, meski begitu tempatnya tidak bisa dikatakan berdekatan.

Candi Banyunibo termasuk dalam jenis candi Buddha dengan ciri khas memiliki stupa di bagian atas candi. Kemudian pada dinding bagian luarnya terdapat ornamen dan relief yang terpahat pada batu-batu penyusunnya. Ornamen berbentuk tumbuhan dan hewan mendominasi bagian dinding candi ini.

Berdasarkan referensi, Candi Banyunibo dibangun sekitar abad ke-9 pada masa Mataram Kuno. Situs ini terdiri atas satu candi induk yang menghadap ke barat dan enam candi perwara berbentuk stupa di sisi utara, timur, dan selatan.

Untuk masuk ke bagian induk candi, di sisi barat terdapat tangga dan pintu masuk. Bagian dalam Candi Banyunibo berbentuk persegi dengan dinding-dindingnya berhiaskan relung dan jendela.

Relung bagian timur merupakan yang terbesar dan berbentuk kala makara. Akan tetapi, tidak ada patung, arca, atau ornamen pendamping lainnya. Jendela bagian candi, ternyata terbuka sampai bagian luar candi. Terkadang, ada saja pengunjung yang iseng naik ke jendela menuju ke luar atau teras candi.

Selain itu, pada dinding teras sebelah kanan dan kiri dihiasi dengan relief perempuan dan laki-laki yang menggambarkan dewi kesuburan, yaitu Haritti dan suaminya Vaisaravana.

Saya pun merasa penasaran mengapa candi ini diberi nama Banyunibo. Padahal, di area sekitar candi tidak ditemukan adanya mata air yang jatuh dalam bentuk apapun. Bahkan sekadar tetesan air yang mungkin bisa dilihat pun tidak ada.

Ekspektasi muncul bahwa nama itu diambil dari kebiasaan masyarakat tempo dulu yang gemar memberikan nama pada bangunan-bangunan suci dengan istilah yang filosofis. Banyu dan nibo, mungkin masyarakat Mataram Kuno pada waktu itu menggunakan candi ini sebagai tempat pemujaan untuk meminta hujan dan kesuburan. Hal ini pun diperkuat dengan adanya relief Dewi Haritti yang menyimbolkan sebagai dewi kesuburan untuk umat Buddha.

Alhasil, perjalanan saya ke Candi Banyunibo tidak berhasil menemukan air menetes dalam bentuk apapun. Menurut kata Shakespeare, "Apalah arti sebuah nama."

No comments:

Post a Comment