Beragam suku di Indonesia punya rumah adat yang berbeda. Kalau ingin
melihat yang paling unik, datanglah ke Desa Wae Rebo di Flores. Ada
rumah adat yang berbentuk kerucut dan menjadi magnet yang kuat bagi
wisatawan!
Wae Rebo di Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur,
bukanlah desa biasa. Desa tradisional ini diapit oleh gunung dan hutan,
membawa udara dingin yang menusuk tulang. Kehidupan di Wae Rebo sangat
bersahaja. Masyarakat dan alam menyatu dalam keharmonisan.
Salah
satu bukti harmonisasi tersebut adalah rumah adatnya, yang diberi nama
Mbaru Niang. Rumah ini berbentuk kerucut, dan punya 5 lantai di
dalamnya! Sekilas, Mbaru Niang mirip seperti Honai (rumah adat suku Dani
di Papua-red). Namun, bentuk kerucut di Mbaru Niang lebih mendominasi
bangunan dengan atap yang hampir menyentuh tanah.
Atap rumah ini
terbuat dari daun lontar. Dari 5 tingkat yang ada di dalam rumah ini,
tingkat pertama disebut lutur atau tenda. Inilah tempat tinggal sang
penghuni rumah.
Tingkat kedua, atau lobo, adalah tempat menyimpan
bahan makanan atau barang. Naik satu lantai menuju tingkat 3, disebut
juga lentar, adalah tempat menyimpan benih tanaman untuk bercocok tanam.
Tingkat 4, disebut lempa rae, adalah tempat menyimpan stok cadangan
makanan yang berguna saat hasil panen kurang banyak.
Nah, di
tingkat 5 yakni lantai paling atas, wisatawan bisa melihat aneka
sesajian yang disimpan pemilik rumah. Lantai ini, disebut hekang kode,
ditujukan untuk arwah leluhur yang disucikan oleh masyarakat setempat.
Masyarakat
Desa Wae Rebo cukup sensitif terhadap panen. Mereka memandang tanah dan
alam sekitar sama seperti manusia, sama-sama mahluk hidup, sama-sama
harus dihormati. Sebelum bercocok tanam, masyarakat Desa Wae Rebo
melakukan ritual khusus untuk menghormati kekayaan alam di sekitar
mereka.
Kekayaan budaya di Desa Wae Rebo menjadi magnet bagi para
turis di Flores. Untuk mencapainya, dibutuhkan 4 jam perjalanan darat
dari Ruteng dengan medan berkelok menuju Desa Dintor. Dari Dintor, trek
langsung menanjak. Melewati pematang sawah dan jalan setapak dari Sebu
sampai Denge. Tak sampai di situ, perjalanan masih berlanjut menuju
Sungai Wae Lomba. Barulah setelah sungai itu, Anda akan tiba di Desa Wae
Rebo.
Selain merasakan kehidupan sederhana masyarakat setempat,
wisatawan juga bisa membeli oleh-oleh khas berupa sarung tenun. Harganya
sekitar Rp 300.000-400.000. Tidak terlalu mahal, mengingat kain ini
dibuat dengan bahan dan alat-alat tradisional.
Jangan malu
bertanya, karena warga Desa Wae Rebo akan menjawab dengan ramah. Mereka
juga akan mempersilakan wisatawan masuk ke dalam Mbaru Niang dan melihat
seisinya. Asal, mintalah dengan baik-baik dan penuh senyuman.
No comments:
Post a Comment